Halloween Costume ideas 2015
May 2016

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat ke-melekhuruf-an masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.
Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa literasi informasi adalah:
kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.”
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945, Pasal 31,  Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara,bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Terkait hal tersebt, pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah, sebagai pengejahwantahan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimulai dari tingkatan paling dini pendidikan di negara kita.

Download PP No. 24 Tahun 2014

Download Permendikbud No. 23 Tahun 2015

Download Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah

Download Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SD

Download Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SLB

Download Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMA

Download Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMK

Download Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2008 tentang Guru, pemerintah telah mengatur tentang rasio perbandingan untuk pelayanan guru terhadap siswa pada satuan pendidikan. Dalam pasal 17 telah disebutkan, untuk jenjang Sekolah Dasar, perbandingan guru terhadap siswa adalah 1 : 20. Hal ini menjadi kemudian dijadikan dasar untuk melakukan pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG).

Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 65 dikatakan bahwa aturan ini akan efektif berlaku 10 tahun sejak UU No. 14 Tahun 2005 ditetapkan, yang artinya tahun 2016 ini akan mutlak diberlakukan. Ini kemudian dipertegas dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah, yang menyatakan akan mulai diberlakukan pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017 (Permendikbud No. 17 Tahun 2016 Point A Item No. 5).

Artinya, apabila sebuah satuan pendidikan yang memiliki guru yang sudah bersertifikat pendidikan, harus secara cermat mentaktisi hal ini.  Karena bukan tidak mungkin, walaupun sudah mengajar sesuai tetapan PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 15, tetapi tidak dapat dibayarkan TPG-nya hanya karena masalah rasio guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut. Selain karena pengecualian sekolah yang terdapat pada daerah 3T ataupun sekolah yang disebut Sekolah Kecil, maka aturan ini menurut pasal yang ada dalam kedua aturan tersebut maka akan diberlakukan.

Untuk jenjang SD, apabila terdapat 6 Rombongan Belajar, maka secara normal menurut perhitungan yang biasa dilakukan, tanpa melihat jumlah siswa, PTK yang berada di sekolah tersebut adalah 6 Guru Kelas (GK), 1 Kepala Sekolah (KS), 1 Guru Pendidikan Agama (PA) dan 1 Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK). Pemetaan sebelumnya pada TPG, seorang GK akan diakui Jumlah Jam Mengajarnya (JJM) apabila mengajar walau gak cukup 20 orang siswa, asal bukan kelas paralel. Bila kelas paralel, dan GK bersertifikasi pendidik tersebut mengajar pada siswa yang gak cukup 20 orang siswa, maka akan kena finalty gak terbit SKTP-nya.

Untuk kedepannya, jumlah siswa SD akan menjadi penentu jumlah PTK SD yang ada di sebuah SD. Formula yang rencananya akan dipakai akan saya sajikan dalam bentuk perhitungan biasa (ini berlaku hanya untuk Sekolah bukan berada di daerah khusus dan bukan Sekolah Kecil):
  1. Terdapat 120 Siswa, dengan sebaran merata pada setiap rombel 20 orang, maka jumlah PTK seperti biasa yaitu 120 : 20 = 6 GK (6 GK,1 KS, 1 PA dan 1 PJOK).
  2. Terdapat 120 Siswa, dengan sebaran tidak merata pada setiap rombel, ada rombel yang berisi 19 orang, ada 1 rombel yang berisi 21 orang, dan ada 4 rombel yang berisi 20 orang, maka jumlah PTK seperti biasa yaitu 120 : 20 = 6 GK (6 GK, 1 KS, 1 PA dan 1 PJOK).
  3. Terdapat 119 Siswa, maka jumlah PTK adalah  119 : 20 = 5 GK (5 GK, 1 KS, 1 PA dan 1 PJOK).
Apabila tidak terdapat Guru PA dan Guru PJOK, maka otomatis kedua pelajaran tersebut akan dipegang oleh GK, atau menjadi lowongan bagi guru PA atau guru PJOK yang membutuhkan tambahan JJM dari sekolah lain. Ini bisa menjadi dasar pengangkatan Guru Non PNS, yang tentunya setelah diadakan sebaran merata oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota setempat.

Perbedaan yang mendasar perhitungan rasio guru dan siswa pada persatuan pendidikan dengan sistem rasio rombel persiswa seperti yang diterapkan kemarin, bila sebelum Semester Ganjil TA 2016/2017 kelas hanya boleh paralel dan dibayarkan TPG-nya bila mencapai 20 siswa perombel, sedang pada rombel paralelnya bila tidak berjumlah 20 tidak dibayarkan TPG-nya. Pada perhitungan rasio Guru dan Siswa persatuan pendidikan, akan dibayarkan pulaTPG-nya asal tetap memenuhi perhitungan rasio tersebut. Contohnya, terdapat sejumlah 120 orang siswa, siswa kelas 1 berjumlah 38 orang yang terbagi menjadi 2 rombel paralel (20 dan 18), Kelas 2 berjumlah 15 orang, kelas 3 berjumlah 19 orang, kelas 4 berjumlah 17 orang, kelas 5 berjumlah 15 orang, dan kelas 6 berjumlah 16 orang, serta terdapat 6 GK (6 GK, 1 KS, 1 PA dan 1 PJOK), maka guru bersertifikasi pendidikan bila mengajar di kedua rombel paralel kelas 1 tetap terbayarkan TPG-nya, demikian pula bila mengajar di kelas yang lain. Hanya akan terjadi tidak terakui JJM-nya bila pada contoh ini jumlah siswa pada satuan pendidikan tersebut kurang dari 120, misalnya 119, sedang jumlah PTK 6 GK (6 GK, 1 KS, 1 PA dan 1 PJOK). Semua guru bersertifikat pendidik di satuan pendidikan ini tidak akan terakui JJM-nya untuk keseluruhan Kelas yang ada, karena 119 : 20 = 5 GK.

Dengan demikian, tidak ada salahnya untuk segera menata ketenagaan di Sekolah Dasar tempat bertugas, sehingga tidak ada kendala dalam pemenuhan syarat guru penerima Tunjangan Profesi Guru. Bukankah mengikuti aturan lebih baik dari awal, bukan nanti ada masalah baru mau mulai berbuat?

Untuk kasus SD daerah khusus dan sekolah kecil, akan dibuat di tulisan lain, demikian juga untuk jenjang lain.

Sabar itu indah…

Yuk….

Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) merupakan Nomor Induk bagi seorang Guru atau Tenaga Kependidikan (GTK). NUPTK diberikan kepada seluruh GTK baik PNS maupun Non-PNS yang memenuhi persyaratan dan ketentuan sesuai dengan surat Direktur Jenderal GTK sebagai Nomor Identitas yang resmi untuk keperluan identifikasi dalam berbagai pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 14652/B.B2/PR/2015 tentang Penerbitan NUPTK bagi Guru dan Tenaga Kependidikan pada Satuan Pendidikan Formal dan Non Formal di Tahun 2016, maka syarat dan ketentuan penerbitan NUPTK bagi Guru dan Tenaga Kependidikan:
  1. Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah pada jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK, PLB.
  2. Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Satuan Pendidikan Non Formal (KB/TPA/SPS, PKBM/TBM, Kursus, dan UPT)
  3. Guru PNS/CPNS, Pengawas PNS, dan Guru bukan PNS
  4. Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Satuan pendidikan Non Formal PNS/CPNS dan bukan PNS
  5. S-1/D4 dari LPTK/PTN yang memiliki prodi terakreditasi atau dari LPTK/PTS yang terakreditasi Kopertis setempat bagi guru dan tenaga kependidikan yang diangkat setelah Januari 2006
  6. Guru dan tenaga kependidikan yang aktif dalam dapodik Dikdasmen dan Paud-Dikmas dengan ketentuan:
  7. a. Belum memiliki NUPTK melalui proses verval GTK oleh PDSPK
    b. Kandidat guru dan tenaga kependidkan penerima NUPTK melengkapi persyaratan dengan memindai (meng-upload) dokumen persyaratan melalui aplikasi verval GTK:
    c. Guru dan tenaga kependidikan PNS: SK CPNS/PNS + SK Penugasan dari Dinas Pendidikan
    d. Guru dan tenaga kependidikan non PNS:
    e. Di sekolah negeri: SK Pengangkatan dari Bupati/Walikota/Gubernur
    f. Di sekolah swasta: SK Pengangkatan GTY selama 2 tahun secara terus menerus dihitung sampai dengan bulan Januari 2016 (SK tidak berlaku surut)
  8. Guru yang aktif tidak dalam dapodik (Guru Kemenag):
  9. a. Diajukan oleh operator Disdik melalui aplikasi verval GTK
    b. Belum memiliki NUPTK melalui proses verval GTK oleh PDSPK
    c. Kandidat guru penerima NUPTK melengkapi persyaratan dengan memindai (meng-upload) dokumen persyaratan melalui aplikasi verval GTK:
    d. Guru PNS, SK CPNS/PNS + SK Penugasan dari Disdik
    e. Guru non PNS:
    f. Disekolah negeri: SK Pengangkatan dari Bupati/Walikota/Gubernur
    g. Di sekolah swasta: SK Pengangkatan GTY selama 2 tahun secara terus menerus dihitung sampai dengan bulan Januari 2016 (SK tidak berlaku surut)
  10. Diverifikasi dokumen persyaratannya oleh Disdik Kab/Kota, Ditjen GTK sesuai kebijakan yang ada
Langkah-langkah pengerjaan operator sekolah untuk mengajukan penerbitan NUPTK adalah sebagai berikut :
  1. Silahkan masuk pada site http://gtk.data.kemdikbud.go.id, lalu pilihlah menu VERVAL GTK, lalu silahkan di klik “disini” yang berwarna biru, untuk masuk ke tampilan login.
  2. Silahkan login dengan menggunakan username dan password yang didaftarkan di sdm.data.kemdikbud.go.id 
  3. Lalu klik menu “NUPTK”, “Calon Penerima NUPTK”, lalu pilih PTK yang akan diajukan penerbitan NUPTK, lalu pilih “Upload Dokumen”
  4. Identitas PTK yang akan diajukan otomatis terisi, kita tinggal mengupload dokumen yang diminta seperti : KTP, SK Pengangkatan terakhir, Ijazah pendidikan, lalu klik “Upload Dokumen”
Nah, selanjutnya, bawalah berkas yang diupload tadi ke Dinas Pendidikan Kab/Kota untuk diverifikasi dan diajukan ke Kemdikbud untuk dipertimbangkan penerbitannya.

Semoga Artikel ini membantu…



Permendikbud No. 17 Tahun 2016 tentang Juknis Pembayaran Tunjangan Guru Tahun 2016 telah diterbitkan tertanggal 27 April 2016. Dalam salah satu pointnya, disebutkan bahwa Tunjangan Profesi Guru untuk Semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 akan dibayarkan bila salah satu syaratnya adalah telah memenuhi rasio guru dan siswa yang telah ditetapkan dalam PP No. 74 Tahun 2008.

Dalam PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 17 disebutkan syarat rasio adalah sebagai berikut :

  1. untuk TK, RA, atau yang sederajat 15:1;
  2. untuk SD atau yang sederajat 20:1;
  3. untuk MI atau yang sederajat 15:1;
  4. untuk SMP atau yang sederajat 20:1;
  5. untuk MTs atau yang sederajat 15:1;
  6. untuk SMA atau yang sederajat 20:1;
  7. untuk MA atau yang sederajat 15:1;
  8. untuk SMK atau yang sederajat 15:1; dan
  9. untuk MAK atau yang sederajat 12:1.

Nah, dengan demikian, akan terjadi guru-guru yang sudah sertifikasi tidak akan dibayarkan hanya karena ketidakseimbangan rasio antara guru dengan siswa dalam satu satuan pendidikan. Namun, apakah mutlak rasio tersebut diberlakukan untuk semua satuan pendidikan?

Ternyata ada pengecualian, yaitu :
  1. Sekolah yang terdapat dalam wilayah yang oleh KPDT dinyatakan sebagai daerah Terluar, Perbatasan, Tertinggal dan Terisolir.
  2. Sekolah kecil, yaitu sekolah tersebut dibangun berdasarkan pertimbangan tertentu dan diperkirakan jumlah siswanya tidak bisa atau dibutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk bisa menambahkan jumlah siswa secara rasio yang ada.

Untuk itu, ada baiknya setiap Satuan Pendidikan melakukan evaluasi, baik ketenagaan terkait jumlah guru yang ada di sekolah, maupun wilayah, sehingga dapat memberikan ajuan kepada pihak Dinas Pendidikan Kab/Kota untuk diteruskan kepada BAPPEDA , sehingga tidak merugikan tunjangan tambahan bagi guru yang sudah sertifikasi.

Semoga!!!



Tambahan Penghasilan (TAMSIL) adalah tunjangan tambahan penghasil bagi guru PNS yang belum bersertifikat pendidik. Besarnya tunjangan ini menurut Permendikbud No. 17 Tahun 2016 tentang Juknis Pembayaran Tunjangan Tambahan Penghasilan Guru Tahun 2016, masih sama dengan besaran Tamsil tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp. 250.000/bulan yang diterima per triwulan.

Namun, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara ketentuan penerima tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu :

  1. Mempunyai NUPTK
  2. Memenuhi beban tugas sebagai guru
  3. Guru PNS Non Pendidikan Agama yang belum bersertifikat Pendidik.


Para Tenaga Pendidik calon penerima Tamsil ini kemudian dibuatkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota setempat sebagai Tenaga Pendidik Penerima Tamsil. Seperti halnya Tunjangan Profesi Guru (TPG), SK Penerima Tamsil ini dibuat persemester dan pembayarannya dilakukan per triwulan.

Pada tahun-tahun sebelumnya, persyaratan pembayaran Tunjangan Tambahan Penghasilan ini oleh banyak pengelola Tunjangan Tambahan Penghasilan Dinas Pendidikan Kab/Kota hanya bersandar sudah bersertifikat pendidik atau belum. Namun tahun ini mempersyaratkan harus memiliki NUPTK (yang sampai sekarang belum optimal penerbitannya, padahal masih ada PNS yang belum punya NUPTK), jumlah jam mengajar harus 24 Jam Pelajaran (walaupun tidak linear dengan SK Pengangkatan), dan guru PNS Non Pendidikan Agama (yang tahun sebelumnya dibayarkan oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota).

Kebijakan pemenuhan beban tugas yang sebagai guru (yang harus mengajar optimal 24 JP) amat bagus, mengingat penyebaran tugas guru yang belum merata pada satuan pendidikan di hampir semua daerah, tetapi apakah Kemdikbud via PDSPK telah siap untuk melakukan generate penerbitan NUPTK lewat aplikasi Verval PTK? Karena apabila tidak, tentunya ini akan menimbulkan kerasahan dan kegelisahan akan kebutuhan NUPTK di kalangan guru PNS baru, utamanya tenaga pendidik yang terangkat lewat jalur K2 tahun kemarin yang rata-rata terangkat dengan menggunakan ijazah SMA ataupun Diploma, sedangkan persyaratan penerbitan NUPTK telah menetapkan minimal syarat pendidikan S1.

Semoga kebijakan yang ditetapkan oleh Kemdikbud berjalan beriringan sehingga tidak membuat program yang ada berjalan sendirian tanpa didukung secara seirama oleh program lain.

Semoga!!!



Kabar gembira buat para CPNS yang telah memiliki Sertifikat Pendidik. Pada tahun-tahun sebelumnya, tenaga pendidik yag masih berstatus CPNS dinyatakan belum berhak untuk menerima Tunjangan Profesi Guru, walaupun sudah bersertifikat pendidik. Hal ini dikarenakan karena asumsi didasarkan pada PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 15 yang menyatakan bahwa Tunjangan Profesi Guru hanya akan dibayarkan pada Guru Tetap. Asumsi Guru Tetap adalah Guru PNS, HONDA, GUBAN ataupun GTY. CPNS diasumsikan belum merupakan tenaga pendidik tetap karena masih berstatus CALON.

Namun, dalam Permendikbud No. 17 Tahun 2016 tentang Juknis Pembayaran Tunjangan Tambahan Penghasilan Guru Tahun 2016, disebutkan bahwa Tunjangan Profesi Guru bagi CPNS akan dibayarkan sejumlah 80% dari gaji pokok. Ini merupakan suatu angin segar bagi para tenaga pendidik yang berstatus CPNS. Hanya saja, ketentuan ini hanya berlaku bagi CPNS yang mempunyai golongan minimal III/a. Untuk yang bergolongan di bawah Golongan III/a, Juknis masih menutup ruang untuk diadakan pembayaran Tunjangan Profesi Gurunya. Hal ini dikarenakan tuntutan UU No. 14 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa tenaga pendidik minimal berpendidikan Sarjana (S1). Walaupun mungkin yang golongan di bawah Golongan III/a sudah berijazah Sarjana, tetapi secara kepegawaian belum disetarakan pendidikan dengan golongannya, sehingga dianggap oleh pihak Kemdikbud belum memenuhi persyaratan kependidikan tersebut.

Bagaimana dengan tidak terbayarnya Tunjangan Profesi Guru bagi para CPNS pada tahun-tahun sebelumnya? Dalam Juknis ditegaskan tidak terhitung dan tetap tidak terbayarkan, karena juknis tahun sebelumnya telah menegaskan bahwa CPNS tidak boleh dibayarkan Tunjangan Profesi Gurunya.



Selamat buat saudara dan saudariku cpns calon peserta sergur 2016...!!! Semoga kalian menjadi pendidik yang profesional dan menjunjung tinggi profesionalisme profesi pendidik..

Petunjuk teknis penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi guru pegawai negeri sipil daerah bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah daerah dalam penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi guru pegawai negeri sipil daerah.

Prinsip penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi guru pegawai negeri sipil daerah meliputi:

  1. efisien, yaitu harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang ada untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggung jawabkan;
  2. efektif, yaitu harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
  3. transparan, yaitu menjamin adanya keterbukaan yang memungkinkan masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai pembayaran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi guru pegawai negeri sipil daerah;
  4. akuntabel, yaitu pelaksanaan kegiatan dapat dipertanggung jawabkan;
  5. kepatutan, yaitu penjabaran program/kegiatan harus dilaksanakan secara realistis dan proporsional; dan
  6. manfaat, yaitu pelaksanaan program/kegiatan yang sejalan dengan prioritas nasional yang menjadi urusan daerah dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi dan secara riil dirasakan manfaatnya dan berdaya guna bagi guru pegawai negeri sipil daerah. 


Alokasi Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi guru pegawai negeri sipil daerah tahun anggaran berkenaan ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sasaran:

  1. Sasaran Tunjangan Profesi yaitu guru pegawai negeri sipil daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi guru, memenuhi beban kerja, dan melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. 
  2. Sasaran Tambahan Penghasilan yaitu guru pegawai negeri sipil daerah yang belum bersertifikat pendidik, telah memenuhi beban kerja, serta melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. 


Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi pegawai negeri sipil daerah dilakukan pada tahun berjalan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan pendidikan terkait.


Selengkapnya silahkan dibaca:


Sumber : http://gtk.data.kemdikbud.go.id/

Kepada sahabat-sahabat kami calon peserta Sertifikasi Guru (Sergur) Tahun 2016 bahwa pola sergur tahun 2016 semula menggunakan pola PF, PLPG, dan SG-PPG.
Seiring adanya kebijakan penghapusan pola SG-PPG maka Buku 1 tentang Pedoman Penetapan Peserta Sergur Tahun 2016 juga direvisi untuk dilakukan penyesuaian.
Dalam revisi Buku 1 yang dirilis tanggal 4 Mei 2016, kami sampaikan beberapa perubahan mendasar sekaligus penegasan status guru honorer di sekolah negeri, yaitu:
 
Perubahan I
Bab III PESERTA SERTIFIKASI GURU TAHUN 2016
 
B. Persyaratan Peserta‬:

4. Memiliki status sebagai guru tetap (GT) dibuktikan dengan Surat Keputusan sebagai Guru PNS/Guru Tetap. Bagi GT bukan PNS pada sekolah swasta, SK Pengangkatan dari yayasan minimum 2 tahun terakhir berturut-turut pada yayasan yang sama dan Akte Notaris pendirian Yayasan dari Kementerian Hukum HAM. Sedangkan GT bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK pengangkatan sebagai guru honor tetap dengan gaji dari APBD dari pejabat yang berwenang (Bupati/Walikota/ Gubernur) minimum 2 tahun terakhir berturut-turut.
 
Perubahan II
Bab III PESERTA SERTIFIKASI GURU TAHUN 2016
C. Penetapan Peserta 
2. Urutan Prioritas Penetapan Peserta
e. Masa kerja guru dihitung sejak yang bersangkutan bekerja
sebagai guru baik sebagai PNS maupun bukan PNS sesuai
peraturan yang berlaku dan diperhitungkan hanya saat guru
mengajar dibuktikan dengan SK mengajar.
Masa kerja guru dapat dihitung bila:
# Guru TK telah lulus pendidikan menengah, 
# Guru SD telah lulus D1/D2/D3/S1, 
# Guru SMP telah lulus D2/D3/S1, 
# Guru SMA dan SMK telah lulus D3/S1.
 
Perubahan III 
Pakta Integritas pada point 2 dihilangkan
 
Konsekuensi dari perubahan ini:
1. Pekerjaan memverifikasi bertambah lagi; (bagi verifikator Dinas Kab/Kota)
2. Ada perubahan status beberapa GTK dari MS menjadi TMS;
3. Pakta integritas dibuat ulang (khusus GTK yang sudah A1)


MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget